Selasa, 09 Juli 2013

ANALISIS PERBANDINGAN BANK SENTRAL DI EMPAT NEGARA ASEAN PADA TAHUN 2008, 2009 DAN 2010

Asteria Elanda Kusumaningrum (21211267)
Dewi Lestari (21211959)
Dwi Anggraini (22211224)
J. Asfirotun (27211827)
Linda Fatmawati Alfi (28211700)

SMAK05

Abstrak
Globalisasi menghadirkan tantangan yang beragam dan persaingan yang ketat bagi setiap sektor industri, termasuk bagi industri perbankan. Negara-negara yang tergabung dalam The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) beranggotakan 10 negara seperti Indonesia, Thailand, Philippine, Singapore, Brunai Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja. Metode yang digunakan dalam jurnal ini adalah sumber data historis dimana data sekunder diambil dari laporan perusahaan perbankan di Negara Indonesia, Philippine, Thailand dan Malaysia dari tahun 2008, 2009, dan 2010. Data Bank Indonesia berasal dari direktori perbankan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) dan publikasi yang dibuat oleh Jakarta Stock Exchange (JSX), Malaysia dari direktori yang dikeluarkan oleh Bank Negara Malaysia (BNM) dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) atau Bursa Malaysia, Thailand dari direktori yang dikeluarkan oleh Bank of Thailand (BOT) dan Stock Exchange of Thailand (SET), Philippina dari direktrori yang dikeluarkan oleh Banko Sentral ng Philippines (BPS) dan Philippine Stock Exchange (PSE). Adapun kesimpulan dari jurnal ini adalah indikator ekonomi dan moneter di Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, Bank of Thailand, dan Banko Sentral ng Philippines  dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan.

Kata kunci: Indikator ekonomi dan moneter, Bank Indonesia, Bank Negara Malaysia, Bank of Thailand, dan Banko Sentral ng Philippines.

Pendahuluan
Peranan bank sentral dalam sistem perekonomian suatu negara sangatlah penting, terutama berhubungan dengan financial markets. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh bank sentral terhadap interest rate, penentuan jumlah kredit dan jumlah uang beredar, yang semuanya mempengaruhi financial markets serta tingkat inflasi. Bank sentral mempunyai fungsi sebagai lender of last resort. Fungsi sebagai lender of last resort ini adalah fungsi bank sentral dalam mengatasi kesulitan yang di alami oleh perbankan yang tidak sering terjadi. (Hary Koot, 2010). Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan ini terletak pada fungsi utama perbankan yaitu sebagai lembaga intermediasi. Perbankan menghubungkan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, sehingga keberadaannya dapat mendorong alokasi sumber daya ekonomi menjadi lebih efektif. (eko Listiyanto dan Asfi Manzilati, 2007).
Menurut Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 cenderung terus menurun dengan mencatat pertumbuhan sebesar 3,2% dibandingkan tahun sebelumnya 3,9%. Perekonomian global pada tahun 2012 tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan oleh perekonomian negara – negara maju yang tumbuh rendah, bahkan negara – negara di kawasan Eropa mengalami kontraksi ekonomi. Sedangkan untuk negara - negara berkembang masih tumbuh tinggi meskipun mengalami penurunan. Likuiditas global yang melimpah akibat kebijakan stimulus di negara – negara maju, mengalir ke pasar keuangan negera – negara berkembang. Dari sisi inflasi, pelemahan permintaan global mendorong terkendalinya tekanan inflasi dan turunnya harga komoditas. Oleh karena pentingnya industri perbankan bagi perekonomian nasional, maka sektor ini perlu dikelola dan dikembangkan secara efektif dan efisien.
Perbankan merupakan suatu industri yang paling banyak menghadapi regulasi dibandingkan dengan industri lainnya, dan aturan tentang modal bank adalah salah satu  aspek yang paling sering diregulasi. Regulasi ini muncul oleh karena terjadinya krisis perbankan pada tahun 1980an dimana bank mengalami masalah ketidakmampuan untuk membayar seluruh hutang-hutangnya (insolvency). Dalam perspektif keuangan, solvency ini menggambarkan hubungan antara ekuitas, hutang, dan tingkat resiko dari aset atau sangat terkait dengan struktur modal. Struktur modal pada masa krisis ini ditunjukan dengan banyaknya bank memiliki networth atau ekuitas negatif. (Pasaman Silaban, 2007)
Era globalisasi yang ditandai dengan menyatunya negara-negara di dunia, mengakibatkan batas-batas negara di bidang ekonomi, keuangan, sumber daya dan informasi semakin kabur. Perkembangan teknologi informasi dan terbukanya perdagangan dunia mempengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan perbankan nasional. Keterlibatan Indonesia dalam era globalisasi ekonomi yang ditandai dengan liberalisasi perdagangan dan investasi tidak dapat dihindari lagi (Nopirin, 1998). Globalisasi menghadirkan tantangan yang beragam dan persaingan yang ketat bagi setiap sektor industri, termasuk bagi industri perbankan. Negara-negara yang tergabung dalam The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) beranggotakan 10 negara seperti Indonesia, Thailand, Philippine, Singapore, Brunai Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja yang telah melakukan kerja sama dalam Asean Free Trade Area (AFTA), serta bersama Negara-negara Asia – Pasifik lainnya menjalin kerja sama di bidang ekonomi dalam Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) bertujuan menyongsong ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2020 dan mengarah pada glabalisasi ekonomi.
Sector  yang berpengaruh dalam menyosong AEC dan era globalisasi adalah industri perbankan, karena dengan peranan bank sebagai lembaga perantara keuangan makin dibutuhkan. Sistem Perbankan Indonesia mengalami perbaikan pada struktur permodalannya maupun pengembangan kualitas sumbur daya manusiannya sehingga perlu meningkatkan implementasi risk management, penerapan good corporate (GCG) dan regulasi perbankan Indonesia yang mampu mendorong kearah persaingan global.  (M. Laksono Tri Rochmawan, 2004)
Bank Indonesia (BI) sebagai otorisasi perbankan di Indonesia mengeluarkan cetak biru (blue print) Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dalam rangka perbaikan struktur perbankan Indonesia. API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, serta tatanan industri perbankan dalam  waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang oleh API dilandasi visi mencapai sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien dengan tujuan menciptakan kestabilan sistem keuangan dan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi  nasional (www.bi.go.id). API menjadi kebutuhan bagi perbankan Indonesia untuk memperkuat fundamental industri perbankan nasional. Dalam mewujudkan visi API, BI mencanangkan enam pilar ,yaitu
1.      Menciptakan Struktur Perbankan Domestik yang sehat
2.      Menciptakan Sistem Pengaturan dan Pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar Internasional
3.      Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko
4.      Menciptakan tata kelola perusahaan yang baik ( good corporate govermence)
5.      Mewujudkan Infrastuktur yang lengkap
6.      Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan (www.bi.go.id)
Struktur perbankan dalam blue print API juga akan mengelompokkan bank-bank berdasarkan modalnya, yaitu :
1.      Diatas Rp 50 trilyun masuk kelompok “ bank internasional “
2.      Diatas Rp 10 trilyun sampai 50 trilyun masuk kelompok “ bank nasional “
3.      Diatas Rp 100 milyar - 10 trilyun masuk kelompok “ bank dengan kegiatan usaha terfokus atau segmen usaha tertentu “
4.      Dibawah Rp 100 milyar masuk kelompok “ bank dengan kegiatan usaha terbatas”.
Pengelompokan berlaku mulai tahun 2010 yang mendorong bank-bank Indonesia mampu berkompetisi secara nasional maupun internasional dengan meningkatkan kualitas manajemen dan operasional perbankan serta kinerja keuangannya (www.bi.go.id) . Selain itu bank-bank akan berusaha meningkatkan modalnya untuk dapat menempatkan dirinya sebagai bank dalam kelompok yang menjadi target pasarnya.
Kondisi perusahaan yang rentan terhadap gejolak ekonomi makro dapat diketahui dengan mendeteksi kinerja keuangannya. Sebelum masa krisis moneter 1997, kinerja keuangan perbankan di Indonesia mengalami masalah, namun hal tersebut tidak teridentifikasi secara empiris. Kenyataannya sejumlah bank di Indonesia ada yang dilikuidasi, pembentukan operasi bank, diambil alih (take over) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan berberapa bank lainnya direkapitalisasi, karena kinerjanya tidak memenuhi persyaratan normal operasi bank. Kondisi yang sama juga dialami oleh negar-negara ASEAN lainnya dengan tingkat kesulitan yang berbeda–beda. Machfoedz (1999) melakukan penelitian dari kinerja perusahaan-perusahan manufaktur yang go-public di pasar modal ASEAN, dan hasilnya membuktikan terdapat perbedaan kinerja keuangan masing-masing negara yang disebabkan karena adanya dampak krisis moneter dari indicator ekonomi dan moneter masing-masing negara.
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di negara-negara ASEAN yang berbeda akan memberikan gambaran pada negara-negara tersebut dalam mengelolah ekonomi dan moneternya dan bagaimana sector perbankan mengantisipasikan kondisi ekonomi dan moneter negara-negara ASEAN dalam pengolahan perekonomian dan moneter di negara masing-masing (Lihat Tabel 1.1)
Sektor perbankan sebagai lembaga perantara mempunyai peran yang dominan dalam menggerakan sektor riil. Jika bank yang mengalami masalah, maka dapat memberikan dampak yang buruk bagi sector ekonomi untuk mengantisipasi hal tersebut bank sentral pada masing-masing negara ASEAN berupaya melakukan pengawasan dan pembaharuan regulasi untuk mendorong industri perbangkan agar selalu dalam keadaan sehat.


TABEL 1.1,
PERBANDINGAN INDIKATOR EKONOMI DAN MONETER
NEGARA-NEGARA ASEAN TAHUN 2010

Indikator Ekonomi dan Moneter
Indonesia
Malaysia
Philippine
Thailand
Growth of Broad Money (M2, y-0-y %)
15.40229
7.15735
10.71219
10.94290
Nonperforming  Loan (% of commercial bank Loans)
2.56000
2.30000
2.88000
3.57000
Rate of Return on Commersial Bank Assets (% per annum)
2.90000
1.50000
1.65236
1.00000
Rate of Return on Commersial Bank Equity (% per annum)
26.10000
16.30000
16.68950
10.00000
Risk- Weighted Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
17.18000
14.35126
17.27000
16.08000

Bank yang bermasalah secara ekonomi akan mengganggu aliran kredit kepada kominitas local (Gilbert dan Kochin, 1989), mengganggu kegiatan sistem pembayaran (Gilbert dan Dwyer, 1989) dan mengurangi jumlah supply uang (Friedman dan Swartz, 1963 dalam Gilbert dan Mayer, 1999). Indicator-indikator ekonomi dan moneter dilima Negara ASEAN tersebut akan memacu Negara yang mempunyai indicator kurang baik untuk kinerjanya. Negara-negara tersebut diharapkan melakukan suatu kerjasama dalam menanggulangi masalah ekonomi secara regional. Dalam bidang perbankan, Negara-negara ASEAN telah melakukan kerjasama antar bank dalam The ASEAN BANKERS ASSOCIATION (ABA).
Penilaian kinerja keuangan perbankan di Indonesia diperbandingkan dengan perbankan ASEAN lainnya, akan diketahui tingkat efesiensi dan posisi keuangannya serta sejauh mana pengelolaan dilakukan dengan baik. Disamping itu dengan adanya API yang dikeluarkannya BI, akan dapat mendorong perbankan Indonesai mampu bersaing dengan Negara lain. Penilaian kinerja keuangan bank disamping dibutuhkan oleh pemegang saham (principal), juga diperlukan oleh stakeholder lainnya,, misalnya oleh pemerintah, karyawan dan pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi bank. Penilaian kinerja dalam industry perbankan umumnya digunakan lima aspek bpenilaian, yaitu : Capital, Assets Quality, Management, Earnings dan Liquidity (CAMEL).
Bank sebagai lembaga kepercayaan merupakan perusahaan yang lebih ketat pengawasannya dan terikat dengan berbagai ketentuan otoritas pengawasan masing-masing Negara (regulated). Secara internasional, Bank for International Settlement
Pada dasarnya ada tiga pengukuran yang menjadi acuan untuk seluruh negara dalam melakuakan penilaian kinerja suatu perusahaan yang berasal dari profitabilitas (profitability), pertumbuhan (growth), dan posisi keuangan (finance position)
Informasi keuangan berupa rasio keuangan dan variable keuangan lainnya (size growth)dalam memprediksi kegagalan bank. Teknik yang digunakan untuk menganalisis laporan keuangan adalah analisis rasio keuangan yang merupakan suatu proses pertimbangan dengan tujuan utamanya mengidentifikasi perubahan pokok dalam kecenderungan, jumlah dan hubungan serta alasan yang mendasari perubahan pokok tersebut. Selain itu, manfaat informasi keuangan melalui analisis rasio juga untuk memprediksi pertumbuhan laba (Machfoedz, 1994), kegunaan rasio untuk menyusun rating bank (Whale dan Thomson, 1988) dan kegunaan rasio untuk memprediksi keadaan keuangan perusahaan pada masa yang akan datang (Sinkey, 1975).
Sedangkan penelitian perbandingan antar negara mengenai perbankan antara lain dilakukan oleh Faried (1998) yang meneliti perilaku tabungan di Negara-negara ASEAN dan Negara industri maju. Hail penelitian menggambarkan bahwa perilaku tabungan di Negara berkembang berbeda dengan Negara maju. Nurmadi (2000) meneliti tentang kinerja bank dengan mengevaluasi perbandingan kinerja perusahaan perbankan di Indonesia dan Thailand. Hasilnya memberikan gambaran bahwa ada perbedaaan yang signifikan dan secara  keseluruhan kinerja perbankan Indonesia lebih baik dibandingkan kinerja perbankan Thailand.
Bearth et al (1997) melakukan penelitian tentang struktur bank komersial, regulasi dan kinerjanya dengan studi perbandingan secara internasional. Hasilnya menggambarkan bahwa setiap Negara memiliki aspek yang berbeda karena memiliki karakteristik yang berbeda, kecuali pada Negara Amerika dan Jepang. Mintong dan Qiuyue (2001) melakukan penelitian tentang perbandingan dominasi perbankan di Hongkong, Singapura, dan China terutama tentang peristiwa marger dan akuisisi pada kasus industri perbankan Asia. Hasilnya menunjukan adanya persepsi yang berbeda di setiap Negara dalam melakukan merger dan akuisisi.
Abdul Karim(2001) melakukan perbandingan efesiensi bank-bank di ASEAN. Hasil penelitian menunjukan bahwaterdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat efesiensinya. Hasil lainnya menunjukan bahwa rata-rata bank di ASEAN mengalami peningkatan keuntungan dan bank-bank besar menunjukan efesiensi biaya yang lebih tinggi dibandingkan bank-bank kecil.

METODE PENELITIAN

A.       Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, kami menggunakan sumber data historis dimana data sekunder diambil dari laporan perusahaan perbankan di Negara Indonesia, Philippine, Thailand dan Malaysia dari tahun 2008, 2009, dan 2010 yang dipublikasikan untuk umum serta tercantum dalam direktori perbankan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI)  dan publikasi yang dibuat oleh Jakarta Stock Exchange (JSX) untuk perbankan di Indonesia. Sedangkan untuk tiga negara ASEAN lainnya, kami peroleh dari data-data yang dipublikasi secara relevan, yaitu : Malaysia dari direktori yang dikeluarkan oleh Bank Negara Malaysia (BNM) dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) atau Bursa Malaysia, Thailand dari direktori yang dikeluarkan oleh Bank of Thailand (BOT) dan Stock Exchange of Thailand (SET), Philippina dari direktrori yang dikeluarkan oleh Banko Sentral ng Philippines (BPS) dan Philippine Stock Exchange (PSE). Sedangkan publikasi yang lebih lengkap diperoleh dari web masing-masing perusahaan bank di tiap-tiap negara ASEAN yang menjadinsampel penelitian ini. Adapun data-data tersebut juga dapat diakses melalui www.aric.adb.com.

B.        Populasi dan Prosedur Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini, populasi yang kami ambil adalah bank-bank komersial (commercial banks) baik bank domestic/local, maupun bank asing yang terdaftar pada bank sentral negara-negara ASEAN pada tahun 2008, yaitu : Indonesia (Bank Indonesia) sebanyak 119 bank, Malaysia (Bank Negara Malaysia) sebanyak 22 bank, Thailand (Bank of Thailand) sebanyak 44 bank,  dan Philippina (The Bangko Sentral ng Pilipinas) sebanyak 42 bank.
Kami menggunakan data bank-bank di empat negara tersebut, dikarenakan data-data di negara lain di kawasan ASEAN selain keempat negara-negara lain di kawasan ASEAN selain keempat negara diatas yaitu Brunai Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja sulit ditemukan datanya, sedangkan perbankan di Singapore data tersedia, namun jumlah bank lokal sangat kecil dibanding dengan milik asing disamping perkembanagan indicator ekonomi dan moneter negara Singapura relative paling baik dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Penentuan sampel dari populasi pada penelitian ini akan diperoleh dengan purposive sampling yang didasarkan pada kreteria, sebagai berikut :
a.      Perusahaan perbankan adalah bank umum (commercial bank) baik milik pemerintah, swasta (local) maupun asing (foreign) yang ada dinegara masing-masing.
b.      Perusahaan perbanakan adalah bank devisa dan atau bank go public.
c.       Bank-bank tersebut ditemukan telah menerbitkan (mempublikasikan) laporan keuangan tahunan (Annual Report) pada tahun 2008, 2009 .
d.      Laporan keuangan  harus mempunyai tahun buku yang berakhir 31 Desember, hal ini untuk menghindari danya waktu parsial dalam perhitungan rasio keuangan.

C.        Metode Pengumpulan Data
     Metode pengumpulan data yang kami gunakan  dalam penelitian ini ialah dokumentasi, yaitu mengumpulkan data tertulis baik dari dokumen-dokumen yang sudah ada maupun dari literatur-literatur pendukung lainnya. Dokumen tama dalam pengumpulan data adalah laporan keuangan tahunan (Annual Report) beserta catatan-catatannya pada tiap bank yang menjadi samper, serta dari data yang kami akses melalui www.aric.adb.org

PEMBAHASAN

BANK INDONESIA
            Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal yakni mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini mengandung dua aspek yakni kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin pada laju inflasi; serta kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar. Dari segi pelaksanaan tugas dan wewenang, Bank Indonesia menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi melalui penyampaian informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media massa setiap awal tahun mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter, dan serta rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter pada tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan DPR sesuai dengan amanat Undang-Undang. (www.bi.go.id)
            Jumlah bank komersial yang terdaftar di BI adalah 119 bank yang terdiri 5 Bank Persero (BUMN), 38 Bank Devisa Lokal, 42 Bank Non Devisa  lokal, 24 Bank Campuran dan 10 Bank Asing. Untuk mengetahui kondisi perkembangan ekonomi dan moneter di Indonesia sebagai indikator perkembangan ekonomi yang mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan riil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Indikator Ekonomi dan Moneter
2008
2009
2010
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
14,92288

12,95177

15,40229

Nonperforming Loans (% of commercial bank loans)
3,20000

3,31000

2,56000

Rate of Return on Commercial Bank Assets (% per annum)
2,30000

2,60000

2,90000



Rate of Return on Commercial Bank Equity (% per annum)
23,90000

26,30000

26,10000

Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
16,76000

17,42000

17,18000


            Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 15,4 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,56 persen, sehingga tingkat pengembalian aset bank umum meningkat hingga 2,9 persen. Berbalik dari tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum menurun hingga 26,1 persen.
            Capital Adequacy Ratio menurut Lukman Dendawijaya ( 2000:122 ) adalah Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain.
            Sehingga dapat diartikan bahwa kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya
sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 17,18

BANK NEGARA MALAYSIA
            Didirikan pada 26 Januari 1959 di bawah Bank Sentral Malaysia Act 1958 (CBA 1958). CBA 1958 telah dicabut oleh Bank Sentral Malaysia Act 2009 yang berlaku efektif pada tanggal 25 November 2009. Ini adalah badan hukum yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Malaysia dengan modal disetor semakin meningkat, saat ini di RM100 juta. Bank melaporkan kepada Menteri Keuangan, Malaysia dan membuat Menteri diberitahu tentang hal yang berkaitan dengan kebijakan moneter, dan sektor keuangan.

Peran dan Fungsi
            Di antara peran utama Bank adalah melakukan bijaksana kebijakan moneter, yang telah melihat umumnya rendah dan stabil inflasi selama puluhan tahun dan dengan demikian, menjaga daya beli ringgit. Bank juga bertanggung jawab untuk mewujudkan stabilitas sistem keuangan dan mendorong sektor keuangan yang sehat dan progresif. Saat ini sudah ada di tempat sektor keuangan yang terdiversifikasi dengan baik, komprehensif dan tangguh, yang mampu memenuhi kebutuhan yang semakin canggih konsumen dan bisnis, dan yang telah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
            Bank juga memainkan peran perkembangan yang signifikan, termasuk pembangunan infrastruktur sistem keuangan dengan penekanan utama ditempatkan pada membangun sistem pembayaran yang efisien dan aman bangsa serta institusi yang diperlukan (termasuk Securities Commission, KLSE, sekarang dikenal sebagai Bursa Malaysia dan Kredit Penjaminan ) yang penting untuk membangun sistem keuangan yang komprehensif, kuat dan tangguh.

            Bank secara aktif mempromosikan inklusi keuangan, yang telah menyebabkan peningkatan akses ke layanan keuangan untuk semua sektor ekonomi dan segmen masyarakat, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
            Peran penting lain dari Bank yang menjadi bankir dan penasihat Pemerintah, memainkan peran aktif dalam memberi nasihat tentang kebijakan makroekonomi dan mengelola utang publik. Hal ini juga satu-satunya otoritas dalam mengeluarkan mata uang serta mengelola cadangan devisa negara.
            Peran Bank didukung oleh 39 departemen / unit di Tepi mencakup tujuh bidang fungsional sebagai berikut:
            Terutama menyediakan dukungan teknis yang baik dan penelitian tentang isu-isu terkait dengan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan perumusan kebijakan moneter dan kredit dalam mempromosikan stabilitas moneter dan menjamin ketersediaan kredit yang memadai untuk membiayai pertumbuhan ekonomi. Mengelola likuiditas domestik dan nilai tukar untuk memastikan bahwa target kebijakan moneter yang dicapai serta mengelola cadangan eksternal untuk menjaga nilai dan mengoptimalkan pendapatannya. Ini juga memiliki tanggung jawab memberikan nasihat dan bantuan kepada Pemerintah di bidang utang dan pengelolaan dana dan memberikan kontribusi untuk pengembangan pasar keuangan domestik. Mempromosikan stabilitas sektor keuangan melalui pengembangan progresif berkelanjutan, kuat dan sehat lembaga keuangan dan infrastruktur keuangan, sehingga memungkinkan industri keuangan lokal yang kompetitif untuk menjadi tahan terhadap lingkungan masa depan berubah serta memimpin inisiatif untuk meningkatkan akses terhadap pembiayaan. Hal ini juga merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan strategi terhadap bangunan dan posisi Malaysia sebagai perdana menteri terintegrasi Pusat Keuangan Islam dan meningkatkan kemampuan keuangan konsumen. Mengembangkan kebijakan dan strategi untuk mempromosikan handal, aman dan efisien kliring, settlement dan sistem pembayaran di Indonesia. Mengembangkan, meningkatkan dan menerapkan kerangka kerja pengawasan yang efektif untuk memastikan keselamatan dan kesehatan lembaga keuangan dan untuk menegakkan praktik yang sehat di dalamnya. Spearhead manajemen strategis, organisasi-kinerja manajemen Bank dan fungsi manajemen program untuk mendorong proses peningkatan kinerja dan penguatan kapasitas Bank. Hal ini juga memimpin dan mendorong inisiatif sumber daya manusia dan kegiatan strategis lainnya untuk memastikan bahwa kerangka Human Capital Management secara keseluruhan diterapkan secara efektif.
            Fungsi komunikasi telah diasumsikan semakin penting dalam menanggapi tuntutan tinggi dari berbagai pihak, mencari transparansi dan pengungkapan. (www.bnm.gov.my).
            Jumlah bank komersial/umum yang tercatat pada BNM adalah sebanyak 25 bank komersial yang terdiri dari 10 bank milik local, 13 bank milik asing dan 2 bank umum dengan sistem syariah milik local. Kondisi ekonomi dan moneter di Malaysia sebagai indikator-indikator bahwa perkembangan ekonomi juga mempengaruhi kondisi sektor perbankan  dan riil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Indikator Ekonomi dan Moneter
2008
2009
2010
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
13,37150

9,50967

7,15735

Nonperforming Loans (% of commercial bank loans)
2,20000

1,78837

2,30000

Rate of Return on Commercial Bank Assets (% per annum)
1,50000

1,30000

1,50000



Rate of Return on Commercial Bank Equity (% per annum)
17,60000

13,40000

16,30000

Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
12,16657


14,89589

14,35126

    
            Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Malaysia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar menurun hingga 7,157 persen, yang berarti terjadi deflasi dan penurunan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya menurun menjadi meningkat. Namun demikian kredit bermasalah (macet) mengalami peningkatan hingga 2,3 persen dan tingkat pengembalian aset bank umum meningkat hingga 1,5 persen. Sejalan dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 16,3 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 14,35.

Bangko Sentral ng Pilipinas
            The Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) adalah bank sentral Republik Filipina. Ini didirikan pada tanggal 3 Juli 1993 sesuai dengan ketentuan dari 1987 Konstitusi Filipina dan New Central Bank Act of 1993. BSP mengambil alih dari Bank Sentral Filipina, yang didirikan pada tanggal 3 Januari 1949 sebagai otoritas moneter sentral negara itu. BSP menikmati otonomi fiskal dan administrasi dari Pemerintah Nasional dalam mengejar tanggung jawab yang dimandatkan. Logo BSP baru adalah bentuk bulat sempurna dengan warna biru yang memiliki tiga bintang emas dan bergaya Filipina elang diberikan pada stroke putih. Unsur-unsur utama dibingkai di sisi kiri dengan tulisan teks "Bangko Sentral ng Pilipinas" ditegaskan oleh garis emas ditarik dalam setengah lingkaran. Sisi kanan tetap terbuka, menandakan kebebasan, keterbukaan, dan kesiapan BSP, yang diwakili oleh Filipina elang, melambung dan terbang menuju tujuan. Menempatkan semua elemen bersama-sama adalah latar belakang biru solid untuk menandakan stabilitas.
            Elemen pokok: 1. The Philippine Eagle burung nasional kita, adalah elang terbesar di dunia dan merupakan simbol kekuatan, visi yang jelas dan kebebasan, kualitas yang kita bercita-cita untuk sebagai bank sentral. 2. Tiga bintang merupakan tiga pilar bank sentral: stabilitas harga, sistem perbankan yang stabil, dan sistem pembayaran yang aman dan handal. Hal ini juga dapat diartikan sebagai representasi geografis keprihatinan yang sama BSP untuk dampak kebijakan dan program pada semua orang Filipina, apakah mereka berada di Luzon, Visayas atau Mindanao.
            Warna :1. Latar belakang biru menandakan stabilitas. 2. Bintang-bintang tersebut diberikan di emas untuk melambangkan kebijaksanaan, kekayaan, idealisme, dan kualitas tinggi. 3. Warna putih dari elang dan teks untuk BSP mewakili kemurnian, netralitas, dan kejernihan mental. Font atau Tipe Wajah: Non-serif, berani untuk "Bangko Sentral Pilipinas NG" untuk menyarankan soliditas, kekuatan, dan stabilitas. Penggunaan font non-serif ditandai dengan garis bersih menggambarkan secara profesional tanpa basa-basi melakukan bisnis di BSP.
Bentuk: Bentuk bulat untuk melambangkan pencarian berkelanjutan dan tak berujung untuk menjadi otoritas moneter baik berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup warga Filipina. Bentuk ini bulat juga menggugah koin kami, unit dasar mata uang kita. (
www.bsp.gov.ph).
            Jumlah bank umum yang disupervisi oleh BSP per akhir Desember 2002 adalah 42  bank terdiri dari 18 Universal Banks dan 24 Regular Commercial Banks (terdiri 8 bank milik local, 5 bank cabang pembantu milik asing dan 11 bank cabang penuh milik asing) dengan total kantor sebanyak 4.326 bank diseluruh wilayah Philippina. Sedagkan untuk mengetahui kondisi ekonomi dan moneter di Philippina sebagai indicator-indikator bahwa perkembangan ekonomi mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan sektor riil dapat dilihat pada dibawah ini.

Indikator Ekonomi dan Moneter
2008
2009
2010
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
15,43177


7,68729

10,71219

Nonperforming Loans (% of commercial bank loans)
3,52000

2,97000


2,88000

Rate of Return on Commercial Bank Assets (% per annum)
0,80000

1,20000

1,65236




Rate of Return on Commercial Bank Equity (% per annum)
6,90000

10,80000

16,68950


Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
15,69000

16,01000

17,27000



            Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Philiphina dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,71 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,88 persen, tetapi tingkat pengembalian aset bank umum mengalami peningkatan hingga 1,65 persen. Sejalan dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 16,68 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko meningkat hingga 17,27.

Bank of Thailand
            Bank of Thailand (BOT) pertama kali ditetapkan sebagai Biro Perbankan Nasional Thailand. Bank of Thailand Act diundangkan pada tanggal 28 April 1942 vesting pada Bank of Thailand tanggung jawab untuk semua fungsi bank sentral. Bank of Thailand mulai beroperasi pada tanggal 10 Desember 1942.
            Bank of Thailand Act, BE2485 kemudian diubah dalam rangka untuk menempatkan penekanan pada tanggung jawab sosial BOT, untuk menciptakan mekanisme untuk mencegah krisis ekonomi, serta untuk mengatur keputusan BOT proses pengambilan untuk memastikan pemerintahan yang baik dan transparansi dalam organisasi . Selain itu, anggota masyarakat akan dapat mengaudit dan meningkatkan pemahaman operasi BOT itu. Bank of Thailand Act, BE2551 mulai berlaku terhitung mulai tanggal 4 Maret 2008. Saat ini bank umum yang tercatat pada Bank Of Thailand sebanyak 44 bank yang terdiri 13 (tiga belas) bank lokal dan 31 (tiga puluh satu) bank milik asing (www.bot.or.th)
            Untuk mengetahui kondisi ekonomi dan moneter di Thailand sebagai indikator-indikator bahwa perkembangan ekonomi juga mempengaruhi kondisi sektor perbankan dan sektor riil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Indikator Ekonomi dan Moneter
2008
2009
2010
Growth of Broad Money (M2, y-o-y, %)
9,16478


6,76448

10,94290

Nonperforming Loans (% of commercial bank loans)
5,26000

4,82000


3,57000

Rate of Return on Commercial Bank Assets (% per annum)
1,00000

1,00000

1,00000




Rate of Return on Commercial Bank Equity (% per annum)
9,70000

8,50000

10,00000

Risk-Weighted Capital Adequacy Ratios (% of risk-weighted assets)
13,96000

15,76000

16,08000


            Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Thailand dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,94 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 3,57 persen, tetapi tingkat pengembalian aset bank umum tetap stabil di angka 1 persen. Berbeda dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 10 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko meningkat hingga 16,08.

KESIMPULAN
Negara-negara yang tergabung dalam The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) beranggotakan 10 negara seperti Indonesia, Thailand, Philippine, Singapore, Brunai Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja yang telah melakukan kerja sama dalam Asean Free Trade Area (AFTA), serta bersama Negara-negara Asia – Pasifik lainnya menjalin kerja sama di bidang ekonomi dalam Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) bertujuan menyongsong ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2020 dan mengarah pada glabalisasi ekonomi.
1.         Bank Indonesia,
Indikator ekonomi dan moneter di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 15,4 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,56 persen, sehingga tingkat pengembalian aset bank umum meningkat hingga 2,9 persen. Berbalik dari tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum menurun hingga 26,1 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 17,18.
2.      Bank Negara Malaysia
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Malaysia dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar menurun hingga 7,157 persen, yang berarti terjadi deflasi dan penurunan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya menurun menjadi meningkat. Namun demikian kredit bermasalah (macet) mengalami peningkatan hingga 2,3 persen dan tingkat pengembalian aset bank umum meningkat hingga 1,5 persen. Sejalan dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 16,3 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko menurun hingga 14,35.
3.      Bangko Sentral ng Pilipinas
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Philiphina dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,71 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 2,88 persen, tetapi tingkat pengembalian aset bank umum mengalami peningkatan hingga 1,65 persen. Sejalan dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 16,68 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko meningkat hingga 17,27.
4.      Bank of Thailand
Indikator-indikator ekonomi dan moneter di Thailand dari tahun 2008 sampai dengan 2010 mengalami penurunan, diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 10,94 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun. Namun demikian kredit bermasalah (macet) sudah mengalami penurunan hingga 3,57 persen, tetapi tingkat pengembalian aset bank umum tetap stabil di angka 1 persen. Berbeda dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum meningkat hingga 10 persen. Kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko meningkat hingga 16,08. Maka dapat disimpulkan bahwa Indikator-indikator ekonomi dan moneter bank di negara ASEAN dari tahun 2008 sampai dengan 2010 yang paling banyak mengalami penurunan,diantaranya pertumbuhan uang beredar meningkat hingga 15,4 persen, yang berarti terjadi inflasi dan kenaikan harga barang dan jasa, sehingga konsumsi masyarakat yang awalnya meningkat menjadi turun adalah Bank Indonesia. Kemudian untuk Kredit bermasalah (macet) Bank of Thailand paling banyak mengalami peningkatan hingga 3,57 persen dan tingkat pengembalian aset bank umum dalam Bank Indonesia paling banyak meningkat hingga 1,5 persen dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Sejalan dengan tingkat pengembalian aset bank umum, tingkat pengembalian modal bank umum yang paling banyak meningkat hingga 26,1 persen yaitu Bank Indonesia. Dan  kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko paling banyak menurun hingga 17,27 adalah Bangko Sentral ng Pilipinas.

Referensi:

Koot, Hary. 2010. Analisis Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta.

Listiyanto, Eko dan Asfi Manzilati. 2007. Analisis Biaya Transaksi pada  Industri Bank Umum di Indonesia. Universitas Brawijaya. Malang.

Rochmawan, M.L.T. 2004. Analisis Indikator Kinerja Keuangan Perbankan ASEAN (Studi Perbandingan Indonesia, Malaysia, Thailand dan Philippine 2000-2002). Universitas Diponegoro, Semarang.

Silaban, Pasaman. 2007. Modal Bank: Modal Bank: Regulasi, Resiko dan Alokasi. Jakarta

www.aric.adb.org diakses pada tanggal 8 Juli 2013.

www.bi.go.id diakses pada tanggal 8 Juli 2013.

www.bnm.gov.my diakses pada tanggal 8 Juli 2013.

www.bot.or.th diakses pada tanggal 8 Juli 2013.


www.bsp.gov.ph diakses pada tanggal 8 Juli 2013.