Jumat, 04 Mei 2012

" STRATEGI PEMBANGUNAN DENGAN PEMERATAAN "

NAMA   :  DEWI LESTARI
KELAS   :  1EB05
NPM       :  21211959
A.   Macam-Macam Strategi Pembangunan Ekonomi
Konsep penting yang perlu diperhatikan dalam mempelajari perekonomian suatu Negara adalah mengetahui tentang strategi pembangunan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi diberi batasan sebagai suatu tindakan pemilihan atas faktor-faktor (variable) yang akan dijadikan faktor/variable utama yang menjadi penentu jalannya proses pertumbuhan (suroso, 1993). Beberapa strategi pembangunan ekonomi yang dapat dipelajari adalah :

1.      Strategi pertumbuhan
Inti dari konsep ini adalah :
Ø  Strategi pembangunan ekonomi suatu Negara akan terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara seimbang, menyebar, terarah, dan memusat, sehingga dapat menimbulkan efek pertumbuhan ekonomi.
Ø  Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah (trickle-down-effect) pendistribusian kembali.
Ø  Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan, hal tersebut merupakan persyaratan terciptanya pertumbuhan ekonomi.
Ø  Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini adalah, bahwa pada kenyataannya yang tgerjadi adalah ketimpangan yang semakin tajam.
2.      Strategi Pembangunan dengan Pemerataan
Inti dari konsep ini adalah, dengan ditekankannya peningkatan pembangunan melalui teknik social engineering, seperti halnya melalui penyusunan perencanaan induk, dan program terpadu.
3.      Strategi ketergantungan
Tidak sempurnanya konsep strategi pertama dan kedua mendorong para ahli ekonimi mencari alternatif lain, sehingga pada tahun 1965 muncul strategi pembangunan dengan nama strategi ketergantungan adalah :
Ø  Jika suatu Negara ingin terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi, Negara tersebut harus mengarahkan upaya pembangunan ekonominya pada usah melepaskan ketergantungan dari pihak lain. Langkah yang dapat ditempuh diantaranya adalah; meningkatkan produksi nasional yang disertai dengan peningkatan kemampuan dalam bidang produksi, lebih mencintai produk nasional, dan sejenisnya.
Ø  Teori ketergantungan ini kemudian dikeritik oleh Kathari dengan mengatakan “…sebab selalu akan gampang sekali bagi kita untuk menumpahkan semua kesalahan pada pihak luar yang memeras, sementara pemerasan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat kita sendiri dibiarkan saja…” (Kathari dalam Ismid Hadad, 1980).
4.      Strategi yang berwawasan ruang
Strategi ini dikemukakan oleh Myedall dan Hirschman, yang mengemukakan sebab-sebab kurang mampunya daerah miskin berkembang secapat daerah yang lebih kaya/maju. dikarenakan kemampuan/ pengaruh menyebar dari kaya ke miskin (spread effects) lebih kecil dari pada terjadinya aliran sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya (back-wash-effects). Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah, bahwa Mydrall tidak percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan tercapai. Sedangkan Hirscham percaya, sekalipun baru akan tercapai dalam jangka panjang.

5.      Strategi pendekatan kebutuhan pokok
Sasaran dari strategi ini adalah menanggulangi kemiskinan secara masal. Strategi ini selanjutnya dikembangkan oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan menekankan bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipenuhi jika pendapatan masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran. Oleh karena itu sebaiknya usaha-usaha diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok, dan sejenisnya.

B.   Mekanisme Pemerataan
Teori ekonomi klasik berkeyakinan bahwa dalam jangka panjang, mekanisme pasar akan menciptakan pembangunan yang seimbang antar berbagai wilayah, namun Gunnard Myrdal tidak sependapat dengan hal tersebut. Menurut Myrdal (1953) bahwa dalam proses pembangunan terdapat faktor-faktor yang akan memperburuk perbedaan tingkat pembangunan antar wilayah dan antar negara. Di samping ada juga faktor-faktor yang dapat memperbaikinya. Keadaan seperti ini terjadi sebagai akibat berlakunya suatu proses sebab akibat yang disebutnya sebagai circular cummulative causation.
Menurut Myrdal, pembangunan di daerah-daerah yang lebih maju akan menciptakan beberapa keadaan yang akan menimbulkan hambatan yang lebih besar kepada daerah-daerah yang lebih terkebelakang untuk berkembang. Keadaan-keadaan yang menghambat pembangunan ini digolongkannya sebagai backwash effect. Di samping itu perkembangan di daerah-daerah yang lebih maju dapat menimbulkan keadaan-keadaan yang akan mendorong perkembangan daerah-daerah yang lebih miskin. Keadaan ini dinamakan sebagai spread effect, atau disebut juga sebagai trickle down effect. Pemberdayaan masyarakat pedesaan dimaksudkan untuk mempengaruhi dan memanipulasi keragaan faktor-faktor tertentu, sehingga menciptakan situasi dan kondisi yang dapat mencegah terjadinya backwash effect, dan sebaliknya mendukung terjadinya spread effect.
Menurut Sukirno (1985) di antara faktor-faktor yang akan menimbulkan backwash effect adalah, :
  1. Corak perpindahan perpindahan penduduk dari daerah miskin ke daerah yang lebih maju. Pada umumnya penduduk yang berpindah adalah tenaga kerja yang lebih muda, mempunyai semangat dan etos kerja yang lebih tinggi dan tingkat pendidikan yang lebih baik daripada yang tetap tinggal di daerah miskin.
  2. Corak pengaliran modal. Pada umumnya permintaan modal di daerah miskin kurang, selain itu modal lebih terjamin dan menghasilkan di daerah yang lebih maju.
  3. Pola dan kegiatan perdagangan didominasi oleh industri-industri dari daerah yang lebih maju. Ini menyebabkan daerah miskin mengalami kesukaran untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkannya.
  4. Jaringan pengangkutan jauh lebih baik di daerah yang lebih maju, sehingga kegiatan produksi dan perdagangan mereka dapat diselenggarakan secara lebih efisien.
Sedangkan faktor yang mendorong terjadinya spread effect adalah berupa pertambahan permintaan dari daerah yang lebih kaya terhadap produksi dari daerah yang lebih miskin. Permintaan tersebut terdiri dari permintaan terhadap hasil pertanian, hasil industri rumah tangga dan hasil industri barang konsumsi. Hasil-hasil tersebut merupakan komoditas utama bagi daerah yang lebih miskin.
Hanya saja sayangnya spread effect ini biasanya jauh lebih lemah daripada backwash effect. Oleh karenanya, apabila dibandingkan tingkat pembangunan di pedesaan (yang relatif miskin) dengan perkotaan (yang relatif maju), maka pembangunan yang tercapai di daerah pedesaan selalu lebih lambat daripada di perkotaan. Dalam jangka panjang, keadaan ini dapat memperburuk pola distribusi pendapatan, baik antar wilayah maupun antar golongan masyarakat

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Pembangunan Ekonomi
Pada prinsipnya , pemilihan strategi apa yang akan digunakandala proses pembangunan sangat dipengaruhi oleh pertanyaan ‘apa tujuan yang akan dicapai…?’
Jika tujuan yang hendak dicapai adalah menciptakan masyarakat yang menjadi, maka strategi ketergantungan-lah yang mungkin akan dipakai. Jika tujuan yang ingin dicapai adalah pemerataan pembangunan, maka strategi yang berwawasan ruang-lah yang akan dipergunakan.

D.    Strategi Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Sebelum orde baru strategi pembangunan di Indonesia secara teori telah diarahkan pada usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pada kenyataannya Nampak adanya kecenderungan lebih menitik beratkan pada t ujuan-tujuan politik, dan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan pada awal orde baru, strategi pembangunan di Indonesia labih diarahkan pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha untuk menekankan laju yang sangat tinggi (hyper infalasi).
Dari keterangan pemerintah yang ada, dapat sedikit disimpulkan bahwa strategi pembangunan di Indonesia tidak mengenal perbedaan strategi yang ekstrem. Sebagai contoh selain strategi pemerataan pembangunan, Indonesia-pun tidak mengesampingkan stratei pertumbuhan, dan strategi yang berwawasan ruang ( terbukti dengan dibaginya wilayah Indonesia dengan berbagai wilayah pembangunan I,II, III dan seterusnya).
Strategi-strategi tersebut kemudian dipertegas dengan dtetapkannya sasaran-sasaran dan titik berat setiap Repelita, yakni :
  • Repelita I  : Meletakkan titik berat pada sector pertanian dan industry yang mendukung setor pertanian meletakkan lendasan yang kuat bagi tehap selanjutnya.
  • Repelita II  : Meletakkan titik berat pada sector pertanian dengan meningkatkan industry yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjtnya.
  • Repelita III : Meletakkan titik berat pada sector pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
  • Repelita IV  : eletakkan titik berat pada sector pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industry yang dapat manghasilkan mesin-mesin industry sendiri, baik industry ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-Repelita selanjtnya meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.

E.    Perencanaan Pembangunan
            Apapun definisi perencanaan pembangunan, menurut Bintoro Tjokroamidjojo, Manfaat Perencanaan adalah :
  1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pen garahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditunjukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
  2. Dengan perencanaan maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian daibatasi seminim mungkin.
  3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih barbagai alternative tentang cara terbaik atau kesempatan untuk memilih kombnasi cara terbaik.
  4. Dengan perencanaan dapat dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, maupun kegiatan usahanya.
  5. Dengan adanya rencana maka aka nada suatu alat pengukur untuk mendadakan sauatu pengawasan dan evaluasi.
  6. Penggunaan dan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas adanya secara lebih efisien dan efektif. Diusahakan dihindarinya keborosan.
  7. Dengan perencanaan, perkembangan ekonomi yang mantap atau pertumbuhan ekonomi yang terus menerus dapat ditingkatkan.
  8. Dengan perencanaan dapat dicapai stabilitas ekonomi, menghadapi siklus konjungtur.
Periode sebelum  Orde Baru, dibagi dalam :
o   Periode 1945 – 1950
o   Periode 1951 – 1955
o   Periode 1956 – 1960
o   Periode 1961 – 1965

Periode setelah Orde Baru, dibagi dalam :
o   Periode 1958 – 1966, Periode Stabilisasi dan Rehabilitasi
o   Periode Realita I               :  1969/70 – 1973/74
o   Periode Realita II              :   1974/75 – 1978/79
o   Periode Realita III             :   1979/80 – 1983/84
o   Periode Realita IV             :   1984/85 – 1988/89
o   Periode Realita V              :   1989/90 – 1993/94
.
F.     Pembangunan dan Potensi Masyarakat
Pembangunan perlu menghiraukan dan memperhitungkan pola kehidupan yang sedang berlangsung di masyarakat. Kondisi ini harus diberi nilai dan jangan sekali-kali diubah dengan cara perombakan. Kondisi masyarakat setempat perlu dihargai, yaitu dengan cara apresiasi. Penghargaan dan pemberian nilai pada kondisi kehidupan masyarakat tersebut, adalah suatu cara menyukseskan pengembangan potensi masyarakat sesuai dengan yang diidamkan. Nilai positif diefektifkan dan dikembangkan, sedangkan nilai yang dipandang negatif diblokir, dan secara perlahan dihilangkan. Sementara itu nilai baru (inovatif) diperkenalkan untuk dihargai masyarakat sebagai nilainya sendiri (Maskun, 1992).
Komunitas masyarakat dengan berbagai aktifitas dan dinamikanya, berintegrasi dalam sistem nasional melalui apa yang dinamakan sebagai tatanan penghantar (delivering system) dan tatanan peraih (acquiring system). Tatanan penghantar menyediakan berbagai aspek yang meliputi antara lain Iptek, informasi, sarana, pinjaman modal, pelayanan dan jasa, yang merupakan kebutuhan utama dari tatanan peraih, yakni masyarakat target pembangunan (Adjid, 1995).
Agar tatanan peraih benar-benar mampu memanfaatkan apa yang ditawarkan oleh tatanan penghantar, yang sesungguhnya memang menjadi bagian dari haknya, maka diperlukan proses perubahan perilaku masyarakat agar dapat beradaptasi dengan lingkungan stategisnya, melalui proses learning by doing yang dijalankan secara sinambung, dari waktu ke waktu. Untuk menuju ke arah proses learning by doing ini, potensi masyarakat perlu dibangkitkan. Keinginan mereka untuk memperbaiki kehidupannya perlu ditumbuhkembangkan agar menjadi pemicu yang kuat menumbuhkan semangat kewirausahaan (enterpreneurship).
Solusi penyelesaian problema dan alternatif pengembangan usaha yang ditawarkan perlu menyentuh kepentingan masyarakat yang mendasar, yang dapat dirasakan manfaatnya. Karena itu pembangunan haruslah (Flavier, 1992):
  1. Bersifat sederhana, kalau masyarakat kurang mengerti, atau sosialisasi suatu proyek kurang dilaksanakan, maka proyek akan gagal sebelum dilaksanakan.
  2. Bersifat ekonomis, tercakup dalam pengertian ini adalah sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dikuasai masyarakat, serta ada insentif ekonomi yang dapat dipetik langsung dari proyek tersebut.
  3. Bersifat praktis, sehingga masyarakat mudah menerapkannya.
  4. Harus dapat ditiru, sehingga dapat dicontoh oleh yang lain. Proyek yang eksklusif sulit memberikan dampak yang nyata bagi pembangunan secara meluas.
Dalam era globalisasi di mana informasi semakin dapat masuk mencapai pelosok-pelosok serta kontak antara individu dan wilayah menjadi lebih gampang, tampaknya terdapat kecenderungan bahwa golongan dan wilayah yang lemah akan semakin terbenam dalam kemiskinannya, karena kalah dan terdesak dalam persaingan pemanfaatan sumberdaya yang ada dengan golongan dan wilayah lain yang lebih kuat dan berpunya. Karena itu pembangunan desa haruslah dijadikan orientasi utama. Pembangunan desa ini mengawali fokusnya pada upaya-upaya untuk pemberdayaan sumberdaya manusia, yakni masyarakat desa itu sendiri. Berbagai kemampuan mereka yang masih bersifat potensial perlu dibangkitkan.
Banyak program yang telah dilaksanakan untuk membantu masayarakat miskin di pedesaan, bahkan jauh sebelum program IDT diterapkan. Namun banyak di antara program tersebut yang tidak mampu menjangkau sasarannya secara tepat. Hayami dan Kikuchi (1991) menemukan fakta bahwa ekonomi pedesaan cenderung terpolarisasi ke arah stratifikasi masyarakat, yang membagi masyarakat menjadi dua kelompok utama. Kedua kelompok ini sangat berbeda peluangnya untuk berpartisipasi dan menikmati kegiatan-kegiatan pembangunan. Kelompok yang kuat, karena penguasaan dan kemampuan sumberdaya yang dimilikinya lebih baik, akan dapat menangkap peluang-peluang dan kesempatan berusaha yang lebih baik pula, sementara yang lemah selalu tersisih dalam persaingan. Bahkan tidak jarang kelompok yang kuat mengatasnamakan kelompok yang lemah untuk mengeruk keuntungan, seperti misalnya yang sering terjadi dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan kredit bunga bersubsidi dan bantuan input untuk produksi pertanian.
Kejadian-kejadian tersebut sebenarnya dapat dihindarkan kalau kendala untuk ikut memasuki (barrier to entry) berbagai program bantuan bagi golongan masyarakat miskin dapat diminimalkan. Bentuk kendala ini bermacam-macam, dapat berupa kendala internal, yakni kendala-kendala yang muncul akibat kelemahan-kelemahan pada individu golongan masyakarakat miskin, adapula yang berupa kendala eksternal, yaitu kendala-kendala yang muncul dari luar, misalnya berupa prosedur yang asing, adanya biaya transaksi, keharusan menyediakan jaminan, dan berbagai bentuk lainnya yang menyulitkan bagi golongan tak berpunya. Namun menurut Flavier (1992) berdasarkan pengalamannya di beberapa desa di Filipina dalam mengintroduksikan program Philippine Rural Reconstruction Movement (PRRM), bahwa masyarakat pedesaan itu potensinya besar untuk berkembang, namun karakteristik problema dan kemampuan mereka untuk menyelesaikan problema tersebut sangat unik dan khas, sehingga pendekatan program secara meluas dalam bentuk yang uniform, sukar memberikan hasil yang memuaskan.
Melakukan pembangunan bagi masyarakat perlu memperhatikan kondisi dan karakter kehidupan masyarakat, yang nyata-nyata berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, antara satu desa dengan desa yang lain. Cara-cara yang diseragamkan tidak dapat efektif pada masyarakat, karena tidak memperhatikan dan mengakomodasikan dengan baik, perbedaan-perbedaan dalam hal tradisi, tipe wilayah, kekuatan adat, cara hidup, keadaan fisik, lingkungan dan lain-lain (Maskun , 1992).
 

  • http://marchtavaissta.wordpress.com/2012/04/20/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-pembangunan-ekonomi-indonesia/
  • http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-pembangunan-ekonomi-indonesia/
  • http://luthfifatah.wordpress.com/2008/06/10/pemerataan-pembangunan/
  • http://hnurina.blogspot.com/2012/04/perkembangan-strategi-dan-perencanaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar