NAMA : DEWI LESTARI
KELAS : 1EB05
NPM : 21211959
KELAS : 1EB05
NPM : 21211959
A. Macam-Macam Strategi
Pembangunan Ekonomi
Konsep penting yang perlu
diperhatikan dalam mempelajari perekonomian suatu Negara adalah mengetahui
tentang strategi pembangunan ekonomi. Strategi pembangunan ekonomi diberi
batasan sebagai suatu tindakan pemilihan atas faktor-faktor (variable) yang
akan dijadikan faktor/variable utama yang menjadi penentu jalannya proses
pertumbuhan (suroso, 1993). Beberapa strategi pembangunan ekonomi yang dapat dipelajari
adalah :
1.
Strategi
pertumbuhan
Inti dari konsep ini adalah :
Ø
Strategi pembangunan ekonomi suatu Negara akan
terpusat pada upaya pembentukan modal, serta bagaimana menanamkannya secara
seimbang, menyebar, terarah, dan memusat, sehingga dapat menimbulkan efek
pertumbuhan ekonomi.
Ø
Selanjutnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan dinikmati
oleh golongan lemah melalui proses merambat ke bawah (trickle-down-effect)
pendistribusian kembali.
Ø
Jika terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan, hal
tersebut merupakan persyaratan terciptanya pertumbuhan ekonomi.
Ø
Kritik paling keras dari strategi yang pertama ini
adalah, bahwa pada kenyataannya yang tgerjadi adalah ketimpangan yang semakin
tajam.
2.
Strategi
Pembangunan dengan Pemerataan
Inti dari konsep ini adalah, dengan
ditekankannya peningkatan pembangunan melalui teknik social engineering,
seperti halnya melalui penyusunan perencanaan induk, dan program terpadu.
3.
Strategi
ketergantungan
Tidak sempurnanya konsep strategi pertama dan kedua
mendorong para ahli ekonimi mencari alternatif lain, sehingga pada tahun 1965
muncul strategi pembangunan dengan nama strategi ketergantungan adalah :
Ø
Jika suatu Negara ingin terbebas dari kemiskinan dan
keterbelakangan ekonomi, Negara tersebut harus mengarahkan upaya pembangunan
ekonominya pada usah melepaskan ketergantungan dari pihak lain. Langkah yang
dapat ditempuh diantaranya adalah; meningkatkan produksi nasional yang disertai
dengan peningkatan kemampuan dalam bidang produksi, lebih mencintai produk
nasional, dan sejenisnya.
Ø
Teori ketergantungan ini kemudian dikeritik oleh
Kathari dengan mengatakan “…sebab selalu akan gampang sekali bagi kita untuk
menumpahkan semua kesalahan pada pihak luar yang memeras, sementara pemerasan
yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat kita sendiri dibiarkan saja…”
(Kathari dalam Ismid Hadad, 1980).
4.
Strategi
yang berwawasan ruang
Strategi ini dikemukakan oleh
Myedall dan Hirschman, yang mengemukakan sebab-sebab kurang mampunya daerah
miskin berkembang secapat daerah yang lebih kaya/maju. dikarenakan kemampuan/
pengaruh menyebar dari kaya ke miskin (spread effects) lebih kecil dari pada
terjadinya aliran sumber daya dari daerah miskin ke daerah kaya
(back-wash-effects). Perbedaan pandangan kedua tokoh tersebut adalah, bahwa
Mydrall tidak percaya bahwa keseimbangan daerah kaya dan miskin akan tercapai.
Sedangkan Hirscham percaya, sekalipun baru akan tercapai dalam jangka panjang.
5.
Strategi
pendekatan kebutuhan pokok
Sasaran dari strategi ini adalah
menanggulangi kemiskinan secara masal. Strategi ini selanjutnya dikembangkan
oleh Organisasi Perburuhan Sedunia (ILO) pada tahun 1975, dengan menekankan
bahwa kebutuhan pokok manusia tidak mungkin dapat dipenuhi jika pendapatan
masih rendah akibat kemiskinan yang bersumber pada pengangguran. Oleh karena
itu sebaiknya usaha-usaha diarahkan pada penciptaan lapangan kerja, peningkatan
pemenuhan kebutuhan pokok, dan sejenisnya.
B.
Mekanisme
Pemerataan
Teori ekonomi klasik berkeyakinan
bahwa dalam jangka panjang, mekanisme pasar akan menciptakan pembangunan yang
seimbang antar berbagai wilayah, namun Gunnard Myrdal tidak sependapat dengan
hal tersebut. Menurut Myrdal (1953) bahwa dalam proses pembangunan terdapat
faktor-faktor yang akan memperburuk perbedaan tingkat pembangunan antar wilayah
dan antar negara. Di samping ada juga faktor-faktor yang dapat memperbaikinya.
Keadaan seperti ini terjadi sebagai akibat berlakunya suatu proses sebab akibat
yang disebutnya sebagai circular cummulative causation.
Menurut Myrdal, pembangunan di
daerah-daerah yang lebih maju akan menciptakan beberapa keadaan yang akan
menimbulkan hambatan yang lebih besar kepada daerah-daerah yang lebih
terkebelakang untuk berkembang. Keadaan-keadaan yang menghambat pembangunan ini
digolongkannya sebagai backwash effect. Di samping itu perkembangan di
daerah-daerah yang lebih maju dapat menimbulkan keadaan-keadaan yang akan
mendorong perkembangan daerah-daerah yang lebih miskin. Keadaan ini dinamakan
sebagai spread effect, atau disebut juga sebagai trickle down effect.
Pemberdayaan masyarakat pedesaan dimaksudkan untuk mempengaruhi dan
memanipulasi keragaan faktor-faktor tertentu, sehingga menciptakan situasi dan
kondisi yang dapat mencegah terjadinya backwash effect, dan sebaliknya
mendukung terjadinya spread effect.
Menurut Sukirno (1985) di antara faktor-faktor yang
akan menimbulkan backwash effect adalah, :
- Corak perpindahan perpindahan penduduk dari daerah miskin ke daerah yang lebih maju. Pada umumnya penduduk yang berpindah adalah tenaga kerja yang lebih muda, mempunyai semangat dan etos kerja yang lebih tinggi dan tingkat pendidikan yang lebih baik daripada yang tetap tinggal di daerah miskin.
- Corak pengaliran modal. Pada umumnya permintaan modal di daerah miskin kurang, selain itu modal lebih terjamin dan menghasilkan di daerah yang lebih maju.
- Pola dan kegiatan perdagangan didominasi oleh industri-industri dari daerah yang lebih maju. Ini menyebabkan daerah miskin mengalami kesukaran untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkannya.
- Jaringan pengangkutan jauh lebih baik di daerah yang lebih maju, sehingga kegiatan produksi dan perdagangan mereka dapat diselenggarakan secara lebih efisien.
Sedangkan faktor yang mendorong
terjadinya spread effect adalah berupa pertambahan permintaan dari
daerah yang lebih kaya terhadap produksi dari daerah yang lebih miskin.
Permintaan tersebut terdiri dari permintaan terhadap hasil pertanian, hasil
industri rumah tangga dan hasil industri barang konsumsi. Hasil-hasil tersebut
merupakan komoditas utama bagi daerah yang lebih miskin.
Hanya saja sayangnya spread
effect ini biasanya jauh lebih lemah daripada backwash effect. Oleh
karenanya, apabila dibandingkan tingkat pembangunan di pedesaan (yang relatif
miskin) dengan perkotaan (yang relatif maju), maka pembangunan yang tercapai di
daerah pedesaan selalu lebih lambat daripada di perkotaan. Dalam jangka
panjang, keadaan ini dapat memperburuk pola distribusi pendapatan, baik antar
wilayah maupun antar golongan masyarakat
C. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Pembangunan Ekonomi
Pada prinsipnya , pemilihan strategi apa yang akan
digunakandala proses pembangunan sangat dipengaruhi oleh pertanyaan ‘apa tujuan
yang akan dicapai…?’
Jika tujuan
yang hendak dicapai adalah menciptakan masyarakat yang menjadi, maka strategi
ketergantungan-lah yang mungkin akan dipakai. Jika tujuan yang ingin dicapai
adalah pemerataan pembangunan, maka strategi yang berwawasan ruang-lah yang
akan dipergunakan.
D.
Strategi
Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Sebelum orde baru strategi
pembangunan di Indonesia secara teori telah diarahkan pada usaha pencapaian
laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pada kenyataannya Nampak adanya
kecenderungan lebih menitik beratkan pada t ujuan-tujuan politik, dan kurang
memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan pada awal orde baru,
strategi pembangunan di Indonesia labih diarahkan pada tindakan pembersihan dan
perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha untuk menekankan laju
yang sangat tinggi (hyper infalasi).
Dari keterangan pemerintah yang ada,
dapat sedikit disimpulkan bahwa strategi pembangunan di Indonesia tidak
mengenal perbedaan strategi yang ekstrem. Sebagai contoh selain strategi
pemerataan pembangunan, Indonesia-pun tidak mengesampingkan stratei
pertumbuhan, dan strategi yang berwawasan ruang ( terbukti dengan dibaginya
wilayah Indonesia dengan berbagai wilayah pembangunan I,II, III dan
seterusnya).
Strategi-strategi tersebut kemudian
dipertegas dengan dtetapkannya sasaran-sasaran dan titik berat setiap Repelita,
yakni :
- Repelita I : Meletakkan titik berat pada sector pertanian dan industry yang mendukung setor pertanian meletakkan lendasan yang kuat bagi tehap selanjutnya.
- Repelita II : Meletakkan titik berat pada sector pertanian dengan meningkatkan industry yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjtnya.
- Repelita III : Meletakkan titik berat pada sector pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
- Repelita IV : eletakkan titik berat pada sector pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industry yang dapat manghasilkan mesin-mesin industry sendiri, baik industry ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-Repelita selanjtnya meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya.
E.
Perencanaan
Pembangunan
Apapun definisi perencanaan pembangunan, menurut Bintoro Tjokroamidjojo, Manfaat
Perencanaan adalah :
- Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pen garahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditunjukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.
- Dengan perencanaan maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian daibatasi seminim mungkin.
- Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih barbagai alternative tentang cara terbaik atau kesempatan untuk memilih kombnasi cara terbaik.
- Dengan perencanaan dapat dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, maupun kegiatan usahanya.
- Dengan adanya rencana maka aka nada suatu alat pengukur untuk mendadakan sauatu pengawasan dan evaluasi.
- Penggunaan dan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas adanya secara lebih efisien dan efektif. Diusahakan dihindarinya keborosan.
- Dengan perencanaan, perkembangan ekonomi yang mantap atau pertumbuhan ekonomi yang terus menerus dapat ditingkatkan.
- Dengan perencanaan dapat dicapai stabilitas ekonomi, menghadapi siklus konjungtur.
Periode sebelum
Orde Baru, dibagi dalam :
o Periode 1945
– 1950
o Periode 1951
– 1955
o Periode 1956
– 1960
o Periode 1961
– 1965
Periode
setelah Orde Baru, dibagi dalam :
o Periode 1958
– 1966, Periode Stabilisasi dan Rehabilitasi
o Periode
Realita I
: 1969/70 – 1973/74
o Periode
Realita
II
: 1974/75 – 1978/79
o Periode
Realita
III
: 1979/80 – 1983/84
o Periode
Realita
IV
: 1984/85 – 1988/89
o Periode
Realita V
: 1989/90 – 1993/94
Pembangunan perlu menghiraukan dan
memperhitungkan pola kehidupan yang sedang berlangsung di masyarakat. Kondisi
ini harus diberi nilai dan jangan sekali-kali diubah dengan cara perombakan.
Kondisi masyarakat setempat perlu dihargai, yaitu dengan cara apresiasi.
Penghargaan dan pemberian nilai pada kondisi kehidupan masyarakat tersebut,
adalah suatu cara menyukseskan pengembangan potensi masyarakat sesuai dengan
yang diidamkan. Nilai positif diefektifkan dan dikembangkan, sedangkan nilai
yang dipandang negatif diblokir, dan secara perlahan dihilangkan. Sementara itu
nilai baru (inovatif) diperkenalkan untuk dihargai masyarakat sebagai nilainya
sendiri (Maskun, 1992).
Komunitas masyarakat dengan berbagai
aktifitas dan dinamikanya, berintegrasi dalam sistem nasional melalui apa yang
dinamakan sebagai tatanan penghantar (delivering system) dan tatanan
peraih (acquiring system). Tatanan penghantar menyediakan berbagai aspek yang
meliputi antara lain Iptek, informasi, sarana, pinjaman modal, pelayanan dan
jasa, yang merupakan kebutuhan utama dari tatanan peraih, yakni masyarakat
target pembangunan (Adjid, 1995).
Agar tatanan peraih benar-benar
mampu memanfaatkan apa yang ditawarkan oleh tatanan penghantar, yang
sesungguhnya memang menjadi bagian dari haknya, maka diperlukan proses
perubahan perilaku masyarakat agar dapat beradaptasi dengan lingkungan
stategisnya, melalui proses learning by doing yang dijalankan secara
sinambung, dari waktu ke waktu. Untuk menuju ke arah proses learning by
doing ini, potensi masyarakat perlu dibangkitkan. Keinginan mereka untuk
memperbaiki kehidupannya perlu ditumbuhkembangkan agar menjadi pemicu yang kuat
menumbuhkan semangat kewirausahaan (enterpreneurship).
Solusi penyelesaian problema dan alternatif
pengembangan usaha yang ditawarkan perlu menyentuh kepentingan masyarakat yang
mendasar, yang dapat dirasakan manfaatnya. Karena itu pembangunan haruslah
(Flavier, 1992):
- Bersifat sederhana, kalau masyarakat kurang mengerti, atau sosialisasi suatu proyek kurang dilaksanakan, maka proyek akan gagal sebelum dilaksanakan.
- Bersifat ekonomis, tercakup dalam pengertian ini adalah sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dikuasai masyarakat, serta ada insentif ekonomi yang dapat dipetik langsung dari proyek tersebut.
- Bersifat praktis, sehingga masyarakat mudah menerapkannya.
- Harus dapat ditiru, sehingga dapat dicontoh oleh yang lain. Proyek yang eksklusif sulit memberikan dampak yang nyata bagi pembangunan secara meluas.
Dalam era globalisasi di mana
informasi semakin dapat masuk mencapai pelosok-pelosok serta kontak antara
individu dan wilayah menjadi lebih gampang, tampaknya terdapat kecenderungan
bahwa golongan dan wilayah yang lemah akan semakin terbenam dalam
kemiskinannya, karena kalah dan terdesak dalam persaingan pemanfaatan sumberdaya
yang ada dengan golongan dan wilayah lain yang lebih kuat dan berpunya. Karena
itu pembangunan desa haruslah dijadikan orientasi utama. Pembangunan desa ini
mengawali fokusnya pada upaya-upaya untuk pemberdayaan sumberdaya manusia,
yakni masyarakat desa itu sendiri. Berbagai kemampuan mereka yang masih
bersifat potensial perlu dibangkitkan.
Banyak program yang telah
dilaksanakan untuk membantu masayarakat miskin di pedesaan, bahkan jauh sebelum
program IDT diterapkan. Namun banyak di antara program tersebut yang tidak
mampu menjangkau sasarannya secara tepat. Hayami dan Kikuchi (1991) menemukan
fakta bahwa ekonomi pedesaan cenderung terpolarisasi ke arah stratifikasi
masyarakat, yang membagi masyarakat menjadi dua kelompok utama. Kedua kelompok
ini sangat berbeda peluangnya untuk berpartisipasi dan menikmati
kegiatan-kegiatan pembangunan. Kelompok yang kuat, karena penguasaan dan
kemampuan sumberdaya yang dimilikinya lebih baik, akan dapat menangkap
peluang-peluang dan kesempatan berusaha yang lebih baik pula, sementara yang
lemah selalu tersisih dalam persaingan. Bahkan tidak jarang kelompok yang kuat
mengatasnamakan kelompok yang lemah untuk mengeruk keuntungan, seperti misalnya
yang sering terjadi dalam pemanfaatan fasilitas pelayanan kredit bunga bersubsidi
dan bantuan input untuk produksi pertanian.
Kejadian-kejadian tersebut
sebenarnya dapat dihindarkan kalau kendala untuk ikut memasuki (barrier to
entry) berbagai program bantuan bagi golongan masyarakat miskin dapat
diminimalkan. Bentuk kendala ini bermacam-macam, dapat berupa kendala internal,
yakni kendala-kendala yang muncul akibat kelemahan-kelemahan pada individu
golongan masyakarakat miskin, adapula yang berupa kendala eksternal, yaitu
kendala-kendala yang muncul dari luar, misalnya berupa prosedur yang asing,
adanya biaya transaksi, keharusan menyediakan jaminan, dan berbagai bentuk
lainnya yang menyulitkan bagi golongan tak berpunya. Namun menurut Flavier
(1992) berdasarkan pengalamannya di beberapa desa di Filipina dalam
mengintroduksikan program Philippine Rural Reconstruction Movement
(PRRM), bahwa masyarakat pedesaan itu potensinya besar untuk berkembang, namun
karakteristik problema dan kemampuan mereka untuk menyelesaikan problema
tersebut sangat unik dan khas, sehingga pendekatan program secara meluas dalam
bentuk yang uniform, sukar memberikan hasil yang memuaskan.
Melakukan pembangunan bagi
masyarakat perlu memperhatikan kondisi dan karakter kehidupan masyarakat, yang
nyata-nyata berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, antara satu desa
dengan desa yang lain. Cara-cara yang diseragamkan tidak dapat efektif pada
masyarakat, karena tidak memperhatikan dan mengakomodasikan dengan baik,
perbedaan-perbedaan dalam hal tradisi, tipe wilayah, kekuatan adat, cara hidup,
keadaan fisik, lingkungan dan lain-lain (Maskun , 1992).
- http://marchtavaissta.wordpress.com/2012/04/20/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-pembangunan-ekonomi-indonesia/
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/perkembangan-strategi-dan-perencanaan-pembangunan-ekonomi-indonesia/
- http://luthfifatah.wordpress.com/2008/06/10/pemerataan-pembangunan/
- http://hnurina.blogspot.com/2012/04/perkembangan-strategi-dan-perencanaan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar