TEORI
EKONOMI 1
·
DEWI LESTARI (21211959)
·
FANNY OCTANIA ZUARI (22211687)
·
MAILANY
(24211255)
LEGISTIMASI
Legitimasi
adalah prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan
pemimpin pemerintah dan pejabat oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa
perolehan para pemimpin 'dan pelaksanaan kekuasaan telah sesuai dengan prosedur
yang berlaku pada masyarakat umum dan nilai-nilai politik atau moral.
Legitimasi mungkin akan diberikan kepada pemegang kekuasaan dalam berbagai cara
dalam masyarakat yang berbeda, biasanya melibatkan ritual formal serius yang
bersifat religius atau non-religius, misalnya kelahiran kerajaan dan penobatan
di monarki, pemilihan umum dan "sumpah" dalam demokrasi dan
seterusnya .
Penguasa biasanya menggunakan lebih sedikit pemaksaan fisik, misalnya melalu aparat, atau militer untuk menegakkan keputusan mereka daripada penguasa kekurangan legitimasi, karena kebanyakan orang cenderung merasa menjunjung tinggi kewajiban moral untuk mematuhi hukum. Akibatnya, orang-orang yang mendapatkan atau memegang kekuasaan dengan cara tidak sah cenderung bekerja sangat keras untuk menemukan atau menciptakan cara-cara agar legitimasi itu diperoleh.
Sering kali hal itu dilakukan oleh politikus dengan menciptakan sebuah ideologi baru atau lainnya dan mencoba untuk mengindoktrinasi orang-orang dengan formula legitimasi melalui berbagai bentuk propaganda, sehingga menciptakan insentif moral bagi warga untuk mematuhi mereka.
Penguasa biasanya menggunakan lebih sedikit pemaksaan fisik, misalnya melalu aparat, atau militer untuk menegakkan keputusan mereka daripada penguasa kekurangan legitimasi, karena kebanyakan orang cenderung merasa menjunjung tinggi kewajiban moral untuk mematuhi hukum. Akibatnya, orang-orang yang mendapatkan atau memegang kekuasaan dengan cara tidak sah cenderung bekerja sangat keras untuk menemukan atau menciptakan cara-cara agar legitimasi itu diperoleh.
Sering kali hal itu dilakukan oleh politikus dengan menciptakan sebuah ideologi baru atau lainnya dan mencoba untuk mengindoktrinasi orang-orang dengan formula legitimasi melalui berbagai bentuk propaganda, sehingga menciptakan insentif moral bagi warga untuk mematuhi mereka.
Legitimasi jika tidak dilakukan dengan cara yang
demokratis akan dapat merusak kalangan masyarakat. Masyarakat yang tidak terima
dengan hasil legitimasi tersebut dapat berbuat anarkis dalam demo.
Sebenarnya legitimasi pemerintah Indonesia saat ini sangatlah kuat. Dengan
dipilih langsung oleh rakyat pada pemilu 2004, posisi pemerintah Indonesia
sekarang tidak sama seperti pemerintah pada masa-masa sebelumnya yang dipilih
oleh para anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Legitimasi yang kuat
juga didapat dari komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diketuai
oleh partai yang berasal dari pemerintah yang berkuasa (partai Golkar) serta
merekalah yang menjadi mayoritas anggota DPR.
Namun yang menjadi persoalan adalah sejauhmana legitimasi yang ada tersebut
membuat pemerintahan berjalan efektif dan langsung mendapat persetujuan dari
rakyat (DPR).
Beberapa kebijakan pemerintah seperti kebijakan untuk memberikan izin impor
beras sebanyak 75 ribu ton dari Vietnam, mendapatkan persetujuan dari DPR
dengan segera. Juga ketika pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
pada tanggal 1 Oktober 2005. Dalam sidangnya, DPR setuju menyetujui kenaikan
harga BBM tersebut.
Namun dalam kasus persetujuan pemerintah terhadap resolusi Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) tentang nuklir Irak, justru ada anggota DPR dari fraksi
Golkar yang bersuara vokal menentang kebijakan tersebut. Sehingga membuat
pemerintah melakukan sosialisasi yang intens atas keputusannya, tidak hanya
untuk anggota dewan juga kepada masyarakat terutama kalangan akademisi.
Dalam konteks menyediakan cara untuk memberikan atau tidak memberikan
persetujuan tersebut dalam sistem pemerintahan di Indonesia dapat melalui
parlemen. dan rakyat juga dibuka pintu penyaluran aspirasi yang seluas-luasnya
baik melalui kelompok kepentingan atau kelompok penekan.
Pandangan lain adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Syahrir. bagi
Syahrir, legitimasi erat kaitannya dengan dukungan politik. Dukungan politik
bukanlah terjadi secara statis, tetapi berlangsung secara dinamis. Contoh
yang paling konkrit adalah peristiwa Watergate yang menimpa mantan Presiden
Gerald Nixon dari Amerika Serikat. Dia memperoleh kemenangan besar dari
pemilihan umum tahun 1972. Tetapi peristiwa Watergate yang berawal dari
perbuatan kriminal kelas teri yang dilakukan oleh bawahan-bawahannya akhirnya
menjerembabkan posisi Nixon, bahkan ia harus turun secara tidak hormat.
Jadi, dengan perkataan lain, Untuk bisa memiliki pemerintahan yang absah
tetapi begitu terjadi masalah-masalah yang bersifat pelanggaran, maka bukan
tidak mungkin akan dapat menyaksikan proses delegitimasi yang berlangsung amat
cepat. Intinya adalah Indonesia, yang dalam proses demokratisasi berada dalam
tingkat yang paling awal (Infant Democracy), amat mudah untuk berubah
atau terhenti karena faktor-faktor politik.
Dalam proses itu, pemerintahan yang absah di Indonesia mempunyai kekuasaan
yang jauh lebih terbatas dibandingkan dengan pemerintahan yang absah di
negara-negara demokrasi lainnya yang telah berlangsung selama berabad-abad
seperti di AS, Eropa Barat dan juga Jepang. Sementara itu banyak faktor yang
dapat merusak dukungan politik terkadang berada di luar jangkauan pemerintahan
yang bersangkutan. Potensi disintegrasi, peranan tentara yang disorot,
merupakan faktor-faktor yang terkadang di luar kemampuan pemerintahan untuk
dapat menanganinya dengan lebih baik.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa legitimasi dalam arti mengoperasikan
jalannya pemerintahan dengan persetujuan dari rakyat dan menyediakan cara untuk
memberikan atau tidak memberikan persetujuan tersebut sebenarnya sudah ada
tinggal dijalankan secara optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar